25.4.08

Si Pencuri Penglihatan

Saya baru tau, ternyata ada hari untuk memperingati penyakit Glaukoma. Namanya hari glaukoma (ya iya lah..), Yang jatuh (nggak tau darimana) tiap tanggal 6 maret..

Hhmm emang udah lewat bangeeet. Tapi nggak ada salahnya untuk tetap dibahas. Karena saya emang baru tau kalo ada hari itu.


Sebagai penderita glukoma saya memang kurang begitu aware dengan penyakit yang saya idap ini. Padahal, ternyata akibatnya gawat juga. Mentok mentoknya bisa mengakibatkan kebutaan.

Nah, walopun telat, dalam rangka hari glaucoma itu saya memutuskan untuk ngulik ngulik nyari informasi tentang penyakit saya ini.

Karena setau saya sih, glaukoma adalah penyakit meningkatnya tekanan bola mata. Udah, hanya itu saja....



Saya sendiri baru sadar bahwa saya memiliki penyakit ini ketika kelas 2 SMA. Awalnya saya hanya sering merasa pusing yang datang dengan tiba tiba tanpa alasan yang jelas. Tanpa alasan yang jelas, karena biasanya saya hanya pusing kalo habis kejedot pintu, kebanyakan makan duren, keseringan liat sinetron ga bermutu ato dengerin dangdut yang ga jelas..


Nah, melihat saya yang sering kliyengan itu akhirnya bapak saya memutuskan untuk membawa saya ke dokter mata.

Kenapa ke dokter mata dan bukan ke dokter umum dulu?

Karena kebetulan bapak saya sudah curiga bahwa pusing saya ini bersumber di mata saya.

Bagaimana beliau bisa tau?

Feeling seorang bapak kali yeee…


Dan benarlah dugaan bapak saya. Setelah di dokter mata itu saya disuruh membaca huruf mulai dari yang segede kodok raksasa sampe yang sekecil semut rang rang, mata saya di vonis minus seprapat. Dan mulai saat itu sepucuk (eh, apa ya kata sandang yang cocok untuk kacamata?) Kacamata bertengger di atas hidung saya.

Tapi anehnya 2 minggu dengan kacamata itu sama sekali tidak memngurangi kadar pusing kepala saya. Dan demi melihat saya yang semakin kliyengan, bapak saya kembali membawa saya ke dokter, tepatnya ke rumah sakit khusus mata ‘Dr, Yap’.


Dan di sanalah untuk pertama kalinya saya bertemu dengan alat alat di dunia kedokteran mata selain poster alphabet.


Pertama saya dihadapkan dengan alat yang fungsinya untuk mengukur ‘tekanan mata’. Saya nggak tau bahasa resminya, tapi begitulah bahasa awamnya.

Bentuknya seperti… waduh, susah melukiskannya. Yang pasti ada dudukan dagunya, dan mata saya dihadapkan dengan semacam sepasang lobang intip. Sejak awal dokter sudah mewanti wanti agar selama ‘ngintip’ itu, mata saya nggak boleh merem melek. Harus tetap mantap terbuka.

Dan tiba tiba, ketika sedang asyik ngintip itu, mata saya ‘ditembak’ dengan semburan angin sehingga bola mata saya melotot kaget.

Nah disitulah puncaknya alat bekerja mengukur tekanan mata saya.


Alat kedua (menurut saya) agak lebih seram bentuknya. Bentuknya seperti corong. Saya, tepatnya kepala saya, berhadapan dengan corong yang berdiameter besar. Sedang dokter berada di hadapan saya, berada di sisi corong yang berdiameter lebih kecil, dimana juga terdapat mesin untuk menjalankan alat tersebut. Ketika semua sudah siap, lampu lampu di ruangan tersebut dimatikan. Yups, semua jadi gelaaaaap sekali.

(Saya baru tau sekarang kalo nama alat tersebut perimetri).

Nah, aturan mainnya, mata saya nggak boleh melirik ke kanan kiri. Pandangan harus ke depan. Nantinya di depan saya, di dalam sisi corong itu, dari arah depan saya, akan ada 1 titik sinar… benar benar hanya satu titik yang menyala, menari nari di sepanjang sisi corong. Tugas saya adalah, memencet bel yang ada di tangan kanan saya kapanpun mata saya mulai menangkap sinar tersebut (mata ga boleh nglirik nglirik lho).

Fungsi alat tersebut adalah (kira kira) untuk menilai jangkauan lingkupc/luas pandang saya.


Singkat kata singkat cerita, dari hasil kedua tes tersebut, saya positif menderita glaucoma.

Dan saya harus mengkonsumsi obat dalam bentuk pil setiap hari sampe eneg. Tapi itu hanya berjalan kira kira 2 tahun, karena setelah itu Alhamdulillah, saya berhenti mengkonsumsi pil dan berganti dengan obat tetes mata yang menurut saya lebih ampuh dan mampu membuat mata saya jadi lebih adem.

Saya menggunakan obat tetes mata kira kira 1 tahun aja. karena setelah itu saya merasa tidak pernah mengalami pusing pusing lagi. Jadi saya hentikan pengobatan berdasarkan inisiatif saya sendiri dan lebih memilih untuk menghindari penyebab mata saya ‘tegang’ lagi.


Antara lain:

-nggak pernah lagi baca buku sambil tiduran.

-ga pernah lagi memaksa menggunakan mata saya untuk melihat di tempat tempat dengan penerangan minim.

-ga sering sering ngeden… hehehhe…

-en the most important thing is menghindari stres. Karena berdasarkan pengalaman saya, stres adalah pemicu paling kuat.

Dan begitulah kisah saya bersama glaucoma, si pencuri penglihatan..



Dan Hasil dari ngulik ngulik informasi itu, setelah saya membaca ini, dan ini dan teruz yang ini dan masih banyak lagi site yang saya kunjungi, saya jadi ngeri sendiri dengan sikap saya yang sok cuek dengan penyakit ini.

Ternyata gawat bangeeeetz....

Tidak ada komentar: